Aquarius..that's my zodiax, dan kalo diperhatikan memang sifatku banyak yang mirip..baek2 semua hehehe..emang bener kali yach :p eh engga ding..kejelekannya juga sama ..walah...ya udah di simak aja..dan silahkan berbahagia bagi cowok yang memiliki pasangan berbintang aquarius...:p
WANITA AQUARIUS
Jika anda mencintai wanita tipe ini, anda harus bersiap-siap menjadi bahagia selamanya atau sangat bersedih. Ia adalah wanita supersibuk dengan masalah-masalahnya, persis seperti cowok dengan zodiak yang sama. Ia mampu hidup sendiri tanpa adanya pria dalam kehidupannya, orang yang benar-benar kuat. Bukan karena ia tidak dapat menemukan cowok impiannya, tetapi jika ia memang tidak dapat menemukan cowok demikian, apa boleh buat.
Apalagi karena memang dia berpikir bahwa dia mampu melakukan apapun yang mampu dilakukan seorang pria. Ia adalah seorang pemimpin, tipe orang yang benar-benar penuh percaya diri. Ia suka melakukan segalanya sendiri, membuka pintu sendiri, melayani diri sendiri. Karena ia berpikir menunggu bantuan orang lain hanyalah membuang waktu saja, dan dia tidak cukup sabar menunggu orang lain melakukan hal itu.
Jika ia duluan mengajak anda kencan, jangan pikir bahwa ia akan mulai menggoda anda duluan. Ia melakukannya karena dipikirnya menunggu anda mengajak kencan akan sangat membosankan dan membuang-buang waktu saja. Ia sangat menyukai cowok cool yang terkadang bertingkah seakan cuek terhadap dirinya, maka ia akan memiliki kesempatan untuk menunjukkan kepercayaan dirinya.
Ia suka untuk menebak reaksi seseorang pria, tapi pada saat yang bersamaan ia suka sekali jika ada banyak pria menginginkan dirinya. Ia adalah tipe orang yang berani yang mampu melakukan banyak hal secara berbeda dari orang lain dalam lingkungan yang sama. Ia berani berjuang untuk mendapatkan apa yang ia pikir menjadi miliknya.
Walaupun ia bertingkah penuh percaya diri, ia seringkali merasa kesepian dan sendiri. Jika ia putus dengan orang lain, ia tidak akan memperlihatkan emosi apapun, walaupun sebenarnya ia dipenuhi dengan rasa sakit dan penderitaan. Tidak lama kemudian, dia akan kembali menjadi orang yang cerah ceria, karena dia selalu melihat dunia secara positif dan memiliki "Kepercayaan" pada kata "Cinta."
Ia memiliki lebih banyak teman cowok daripada cewek, maka jika anda berpacaran dengan dia, jangan menjadi tipe pencemburu. Ia mungkin sedikit pencemburu, tapi ia sangat membenci tipe cowok pencemburu. Ia mencintai "kebebasan" baik sebelum dan sesudah menikah, kebebasan dia harus sama dan tidak boleh diikat.
Ia ingin anda mempercayainya, bahkan mungkin jika ia tidak mempercayai anda. Ia suka menjadi pihak yang "benar", maka jika anda bertengkar dengannya, biarkan dia menang, jika memang hal yang dipertengkarkan bukan masalah besar.
Ia adalah tipe orang yang langsung dan terbuka, maka jika ia tidak lagi mencintai anda, ia akan mengatakannya langsung kepada anda.
Cinta dan hubungan yang dia bangun selalu nyata, maka jika ia mengatakan "Kita bubar" maka sudah saatnya anda bubar, dia tidak sedang menguji anda. Ia bukan tipe cewek yang mudah terluka, maka anda tidak perlu kuatir mengenai dirinya, ia mampu untuk bangkit sendiri. Jika ia bersama anda ketika anda sakit, maka dia akan merawat anda, bahkan merawat anda berarti "pinjaman kecil" baginya.
Jangan pernah menyimpan rahasia dari dirinya, hal ini sangat dibencinya dan dapat membuatnya sangat marah. Ketika ia sedih, mengertilah dia. Ketika ia bahagia, bahagialah bersamanya, ia menyukainya. Anda tidak akan pernah bosan bersama cewek tipe ini. Mereka yang dekat dengannya akan tahu bahwa dibalik semua percaya diri dan sifatnya yang berdarah dingin, ia sama rentannya seperti semua wanita.
Ia adalah orang yang menyenangkan dan banyak bicara, dan ia suka menggoda anda. Jangan biarkan dia berbicara sendiri, karena bila hal itu terjadi, ia akan meninggalkan anda. Ia memiliki banyak tipe pekerjan, karena ia percaya bahwa apa yang bisa dialakukan kaum pria, bisa juga dilakukannya. Jika anda ingin mempekerjakannya, jangan harap.
Ketika ia sedang jatuh cinta, ia akan meninggalkan pekerjaannya di siang hari hanya untuk menemui anda, tetapi dia akan segera kembali ke pekerjaannya dan kembali serius bekerja. Jika anda mampu untuk hidup dan mencintai seorang "wanita pekerja", maka anda akan pas dengannya. Jika ia marah, carilah tempat berteduh dari "badai".
Tapi kemarahannya hanya akan sebentar saja. Ia bukan tipe pembalas dendam, dan tidak akan memikirkan mengenai saat "pembalasan". Banyak orang berpikir bahwa dia benar-benar "cowok hebat", walaupun sebenarnya dia benar-benar 100% cewek. Ia mudah terluka, maka sebaiknya anda bersikap baik padanya.
Jika ia benar-benar mencintai anda, maka anda beruntung, karena ia adalah orang yang jujur, tulus, dan tidak akan pernah membuat anda bosan. Anda harus mengerti bahwa terkadang ia akan menjadi terlalu percaya diri, dan terkadang cenderung bersikap ngeboss.
Thursday, June 28, 2007
Wednesday, June 20, 2007
10 Kualitas Pribadi Yang Di Sukai
Oleh: Tidak Diketahui
Ketulusan:
Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura- pura, mencari-cari alasan atau memutarbalikkan fakta. Prinsipnya "Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak". Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi keluguan yang bisa merugikan diri sendiri.
Kerendahan Hati:
Berbeda dengan rendah diri yang merupakan kelemahan, kerendah hatian justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya tidak merasa minder.
Kesetiaan:
Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yang setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat.
Positive Thinking:
Orang yang bersikap positif (positive thinking) selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang lain, lebih suka bicara mengenai harapan daripada keputusasaan, lebih suka mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dan sebagainya.
Keceriaan:
Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain, juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong semangat orang lain.
Bertanggung jawab:
Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya.
Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya.
Percaya Diri:
Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik.
Kebesaran Jiwa:
Kebesaran jiwa dapat dilihat dari kemampuan seseorang memaafkan orang lain. Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan permusuhan. Ketika menghadapi masa- masa sukar dia tetap tegar, tidak membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan.
Easy Going:
Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah- masalah besar. Dia tidak suka mengungkit masa lalu dan tidak mau khawatir dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah yang berada di luar kontrolnya.
Empati:
Empati adalah sifat yang sangat mengagumkan. Orang yang berempati bukan saja pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain. Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.
Diposting oleh
cumi
di
8:27 PM
1 komentar
Friday, June 15, 2007
Have you been practicing with setting an intention? Particularly a
high one? When you combine a high intention with the power of your
imagination, you get a very powerful combination. That’s what this class is
all about.
Imagine!
Einstein said,
“Imagination is more important than knowledgeâ€.
Did you know that athletes use the power of their imaginations to
perfect their athletic performances? Musicians and vocalists do the same
thing. In their mind’s eye, they imagine the perfect performance step
by step. The athlete imagines the sequence creating a perfect throw,
catch, goal, jump or ride. The musician imagines playing the perfect
performance note by note and bar by bar. The singer imagines hitting the
high notes with perfect pitch easily and effortlessly.
Athletes, musicians and singers also spend time perfecting their skills
so the imagined performance is physically possible. Each trains until
the physical part of the performance is second nature and unfolds
without thinking it through.
An interesting fact is that your body does not know the difference
between an imagined performance and a real performance. Your body treats
both experiences the same way. Perspiration or imagination – it
doesn’t matter. Both work and both are needed.
You may not be an athlete, musician or singer. The key here, fathia, is
to imagine what you do want. Take a moment now, close your eyes and
left your mind drift. What comes to you? What is it you do want? Pick
something to use for practice.
For some of us, it is easier to focus on what we don’t want rather
than what we do want. This is okay as a place to start. Use this
information to help you to figure out what you do want. It is far more powerful
to imagine what you do want -- and keep imagining it. When you imagine
what you do want, the vibration of your energy field lifts to match the
vibration of what you do want, pulling you forward.
Now that you have picked something you do want, close your eyes and
imagine it. What does it look like? Where are you? What are you doing?
What sights do you see? What sounds do you hear? What aromas and scents
do you smell? What tastes are you experiencing? What are you touching?
What or who is touching you? Imagine the experience of what you do want
in as much detail as possible.
The most powerful action we can take is to raise our own consciousness
and -- in "physics" terms -- raise the actual physical frequency
(vibration) of our own energy field. We do this by imagining it is so.
Have fun imagining what you do want. If you find yourself slipping
into what you don’t want, notice and focus your attention on what you do
want.
Diposting oleh
cumi
di
12:12 AM
0
komentar
Wednesday, June 13, 2007
Cinta Laki-laki Biasa
MENJELANG hari H, Nania masih saja sulit mengungkapkan alasan kenapa
dia mau menikah dengan lelaki itu. Baru setelah menengok ke belakang,
hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi
bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan
Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata
sama herannya.
"Kenapa?" tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati
hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi.
Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu.
Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar
bagaikan lampu neon limabelas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata
yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania
terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia
hanya menarik nafas, mencoba bicara dan? menyadari, dia tak punya
kata-kata!
Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan
detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi
kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara
mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania
menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania
dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga
generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa
serta buntut mereka.
"Kamu pasti bercanda!"
Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak
tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir
dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika
mengira Nania bercanda.
Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania
yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap
Nania!
"Nania serius!" tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli
memang melamarnya.
"Tidak ada yang lucu," suara Papa tegas, "Papa hanya tidak mengira
Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!"
Nania tersenyum. Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah
pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah
itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata
penuh seleidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk
layaknya pesakitan.
"Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan?" Mama mengambil inisiatif
bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa, "maksud Mama
siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus
iya, toh?"
Nania terkesima.
"Kenapa?"
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik.
Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang
busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris,
juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus!
Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.
Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan
laki-laki manapun yang kamu mau!
Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa,
kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian
mereka atau satu kata 'kenapa' yang barusan Nania lontarkan.
"Nania Cuma mau Rafli," sahutnya pendek dengan airmata mengambang di
kelopak.
Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan
sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium
empat. Parah.
"Tapi kenapa?"
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan
pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang
amat sangat biasa.
Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
"Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!"
Cukup!
Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi
menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di
mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang
dengan melihat pencapaiannya hari ini?
Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli.
Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya.
Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli
tampak 'luar biasa'. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan
yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga.
Dan nalurinya menerima Rafli. Di sampingnya Nania bahagia.
Mereka akhirnya menikah.
***
Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering
berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari
Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan
kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.
Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar
hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan
mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat
perempuan itu sangat bahagia.
"Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania."
Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.
Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak
percaya.
"Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu!"
"Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar!"
"Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan
sukses!"
Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali ini
dilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli.
Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.
Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!
Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?
Rafli juga pintar!
Tidak sepintarmu, Nania.
Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.
Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik
mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.
"Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu
bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu."
Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka
sudah menikah dan sebentar lagi punya anak.
Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti.
Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan
satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin
setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji
Nania lebih dari cukup untuk hidup senang.
"Tak apa," kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak
terlalu memforsir diri.
"Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang."
Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu
khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya
maksud baik.
"Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya?"
Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu
sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran
Nania cerah.
Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!
Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa,
dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan
gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania.
Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.
Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin
gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak
pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup
perempuan itu berada di puncak!
Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan
bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan
dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.
Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!
Tak imbang!
Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi
Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan
perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.
Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari
puncak. Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama
kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat
Nania menangis.
***
Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. Sudah lewat dua
minggu dari waktunya.
"Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera
dikeluarkan!"
Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke
dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga
perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya
normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil.
Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit.
Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar
mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara
kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang.
Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat
pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit
dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit.
Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.
"Baru pembukaan satu."
"Belum ada perubahan, Bu."
"Sudah bertambah sedikit," kata seorang suster empat jam kemudian
menyemaikan harapan.
"Sekarang pembukaan satu lebih sedikit."
Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang
memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi.
Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan
pecah, didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab
dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan
mereka meleset.
"Masih pembukaan dua, Pak!"
Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit
yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin
payah. Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.
"Bang?"
Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua
kehidupan.
"Dokter?"
"Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar."
Mungkin?
Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?
Bagaimana jika terlambat?
Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang
karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu
kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.
Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah
sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan
ketrampilan dokter-dokter itu. Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa
berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya
naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap
teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang
bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.
Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir
lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.
Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.
"Pendarahan hebat."
Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah.
Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana
pecah!
Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.
Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali.
Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua
mereka.
Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung
beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh
darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti
kanker.
Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.
***
Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari
kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan
juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi
itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya.
Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang.
Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di
rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si
kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak
keluarga Nania dengan Rafli.
Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah
sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak
perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh.
Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.
Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran
kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU.
Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak
famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu
bercakap-cakap dan bercanda mesra.
Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan
kehadirannya.
"Nania, bangun, Cinta?"
Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi
dan kening istrinya yang cantik.
Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan
berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke
rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya
mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah
sakit dan membacanya dengan suara pelan. Memberikan tambahan di bagian
ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik,
"Nania, bangun, Cinta?"
Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan.
Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat
lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang
menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli.
Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan
ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya
yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering
lupa makan.
Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata,
gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di
wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.
Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah
penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.
Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan
mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan
airmata yang meleleh.
Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.
Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa.
Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun
terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke
sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu
cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja
datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang
jatuh cinta.
Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur.
Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun
tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania
mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan
lumpuh?
Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah
selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah
perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata
Rafli.
Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan
keluar. Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan
di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut.
Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu
melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.
Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang
di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada
Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari.
Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.
Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di
jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas
hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua
berbisik-bisik.
"Baik banget suaminya!"
"Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!"
"Nania beruntung!"
"Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya."
"Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana
suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!"
Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan
Mama.
Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin
frustrasi, merasa tak berani, merasa?
Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian.
Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali
selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu
kini berbeda bunyi?
Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah
mereka. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.
Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua,
anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati,
kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak
berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia,
meski karir telah direbut takdir dari tangannya.
Waktu telah membuktikan segalanya. Cinta luar biasa dari laki-laki
biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.
Diposting oleh
cumi
di
11:30 PM
0
komentar