Thursday, August 24, 2006

Emak


Rita Achdris 06-02-2006


nenek.jpgPUKUL 02.09. Baru satu jam mataku memejam. Namun, aku harus
terjaga oleh dering ponsel. Sebuah pesan singkat menyala di layar. Dari
Kakak.
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un, Mak Aum telah diambil.
Aku terhenyak, tapi hanya sejenak. Saat itu telah tiba. Semua sudah
menduga. Ajal telah mengincar sejak dokter menyatakan tubuh Emak
digerogoti kanker rahim enam bulan silam.
Semua orang akan menghadapi maut, batinku. Kutarik lagi selimut sembari
mengatupkan kelopak mata.
Aku ingin tidur barang satu-dua jam lagi sebelum menimbang-nimbang apa
yang mesti kuperbuat.
Pikiranku masih berkejaran dengan tumpukan pekerjaan kantor yang
menyebabkanku selalu pulang larut malam.
Tetapi diam-diam bayangan Emak membenam dalam benak. Bantalku kuyup.
Mataku seketika memata air dalam senyap.
Tak sesuatu mampu membendung.


Wajah Emak berkelebatan. Terkadang sedang tersenyum, sesekali tertawa
cekikikan sambil menyembunyikan giginya yang keropos.
Emak sering tertawa tiba-tiba tanpa alasan yang kupahami. Tak jarang, ia
hanya menertawakan dirinya sendiri yang pelupa.
Tawanya mengeluarkan bunyi ngik ngik yang terdengar lucu, mengguncang
seluruh tubuhnya yang subur.
Sewaktu kecil, Kakak suka menirukan gaya Emak tertawa hingga kami
terpingkal-pingkal.
Di saat lain ia tampak merenggut, atau cemberut. Terutama setelah
mendengar omelan Ibu.
Diam-diam, sambil mengerjakan perintah Ibu, mulutnya sering menggumamkan
bantahan. Tapi tak lama.
Sebab, mereka akan segera bermaaf-maafan. Ibu dan Emak menyadari jika
keduanya sama-sama sudah tua, sama-sama cepat tersinggung.
Namun, kejadian serupa itu selalu seperti roda. Berulang sekian kali
dalam sehari.


Pernah juga Emak menangis. Itulah satu-satunya tangis Emak yang kuingat
sepanjang hidupku.
Iramanya lebih terdengar seperti rengekan bocah kecil yang menginginkan
kembang gula ketimbang derita orang dewasa.
Barangkali, itulah tangis yang ia ketahui. Tangisnya sendiri yang ia
dengar sewaktu kecil. Tangis anak-cucu asuhannya.
Tangis itu kusaksikan Lebaran kemarin, ketika ia terbaring lemah di
ranjang sempitnya. Sosoknya hampir tak kukenali.
Wajahnya kurus tirus. Bola matanya seakan mau loncat dari tempatnya.
Seluruh kulit tubuhnya seperti ditarik bumi, membalut tulang yang kian
tak berdaging.
Aku cepat-cepat menghindar setelah mengecup kedua pipinya. Pemandangan
itu jauh mengiris hati dibanding wajah yang kutemui enam bulan silam.
"Harus dioperasi Nong, soalnya kata dokter sudah besar. Sudah empat
tahun," suara itu masing mendengung di telingaku.
Selain perutnya yang membuncit, tubuh Emak terlihat bugar saat itu.
Wajahnya memang tampak lelah, tapi pipinya masih berisi.
Hanya kedua kakinya saja yang tampak membengkak. Ia juga masih sigap
melayaniku.
Meletakkan air putih dan jajanan dekat dipan tempat aku melepas lelah
setiba di rumah.
Aku merasa enam jam perjalanan bus Jakarta-Garut terlalu menyita tenaga
dan kesabaran.
Lebih buruk dari itu, aku jadi malas pulang. Terkecuali hari itu, ketika
dokter telah menjadwalkan hari operasi Emak.
Katanya, ada tumor yang harus diangkat dari tubuhnya.
Tumor itu tak sengaja ditemukan oleh bidan yang mengurus persalinan
tetangga.
(Emak senang sekali berkunjung ke rumah tetangga di waktu senggang.
Terkadang ia dipanggil hanya untuk mencicipi kue dan teh.)
Kepada bidan, ia mengeluhkan perutnya yang tak mau kempis. Padahal,
belakangan ini ia lebih mengatur asupan makanan supaya
tekanan darah dan gulanya tidak melonjak.
Maklum, meskipun rajin ke Puskesmas dua minggu sekali, Emak anti minum
obat. Baunya membuat ia muntah-muntah.
Terlebih-lebih melihat tablet obat yang ukurannya sebesar kuku ibu jari.
Huekk..


Bidan itu lalu memeriksa perut Emak. Ia menemukan sesuatu yang tak
beres. "Mungkin tumor," katanya.
Ia lantas menganjurkan Emak supaya memeriksakan diri ke dokter di rumah
sakit.
Ibu seperti sudah punya firasat kalau urusan sesuatu dalam perut Emak
akan berbuntut panjang.
Ia serta merta mengurus kartu gakin, semacam asuransi kesehatan keluarga
miskin, untuk Emak.
Tampaknya Ibu sudah berhitung, seluruh perhiasan yang ada dalam cepuk
celengen Emak tak akan cukup menutup biaya pengobatan.
Kalaupun ada bantuan dari kami, jumlahnya tak lebih sekadar untuk
mengongkosi biaya di luar obat dan rumah sakit.


Wajah Emak mengelebat lagi. Apakah ia sempat bahagia? Apakah ia sempat
jatuh cinta? Kutapaki lagi jejak ingatanku.
Ia tak pernah menikah. Tak secuil pun kutemukan keping-keping kisah
cintanya. Apakah karena aku tak pernah mendengar keluh kesahnya?
Sedangkan ia adalah pelampiasan keluh kesah semua orang. Ia adalah tong
sampah penampung segala maki di rumah kami.
Apakah ia pernah bahagia? Pertanyaan itu semakin menghujam kepalaku. Aku
ragu jika ia benar-benar turut berbahagia di saat
anggota keluarga kami merayakan kebahagian. Tengoklah dalam setiap
hajatan perkawinan atau kelahiran yang digelar keluarga besar kami.


Berbagai perayaan itu hanya berarti imbuhan beban baginya. Tambahan
kerepotan, daftar permintaan, pelayanan, dan bukan tidak mungkin:
cacian.
Barangkali, semua itu ditaruh di pundaknya karena Emak seolah tak
berubah. Ia tak pernah absen mengecat rambut hingga usia sejatinya
tersamar.
(Bahkan, dalam KTP, kartu tanda penduduk, ia menebak-nebak sendiri
umurnya.) Sudah pasti tubuhnya yang dimakan usia tak lagi sekokoh dulu.
Tekanan darahnya hampir selalu naik sehabis hajatan. Hari bahagia itu
menghadiahi mual dan pening berhari-hari padanya.
Sementara kami berhaha-hihi, ia seperti perkakas yang berjalan sendiri
atas sampah dan piring-piring kotor yang kami buat.
Kejadian itu kembali, dan kembali lagi.
Umur yang tertulis dalam KTP Emak tak pernah beranjak dari 50 tahun.
Angka itu cuma bergeser sedikit dari KTP Emak yang kubaca
ketika aku di sekolah dasar. Padahal, sudah 20 tahun aku meninggalkan
bangku SD. Mungkin ia hanya malas menghitung.
Ia seperti sengaja menghindari hal-hal rumit. Entah kenapa, kerumitan
sedikit saja bisa memompa tekanan darahnya.
Kukira, Emak juga malas belajar hingga tak bisa membaca. Mungkin, ia
menganggap itu tak berguna.
Ia seperti menerima takaran hidupnya tanpa bantahan. Aku pernah
mengajarinya mengeja ketika pertama kali belajar mengenal aksara.
Bedanya, pada saat aku sudah lancar membaca, ia masih melafalkan huruf.
Ia tak kunjung mampu merangkaikan aksara-aksara
itu menjadi suku kata, kata, dan kalimat.
Dolanan guru-guruan itu pun dimainkan ketiga keponakanku sewaktu mereka
mulai belajar membaca.
Mereka berlagak seperti guru di depan kelas, dan Emak berpura-pura
menjadi muridnya.
Emak seolah-olah mendengarkan sambil mengangguk-angguk. "A, be, ce, de,"
katanya.
Mulutnya menggumam mengikuti tongkat penunjuk di papan tulis.
Pertunjukan itu seperti memutar jarum jam ketika aku kelas 1 SD.
Namun, Emak tetap tak bisa membaca.


Usia Emak masih teka-teki, bahkan hingga ia dirawat menjelang operasi.
"Ah, tak mungkin 50. Pasti lebih," ujar seorang perawat.
Seperti Emak, kami juga hanya bisa mengira-ngira. Sebab, keterangan
lahirnya tanpa akta.
Emak tak tahu kapan dilahirkan. Namun, ia tak pernah lupa peristiwa yang
terjadi ketika usianya menginjak tujuh tahun.
Peristiwa itulah yang merenggut misahkannya dari Mak Amah, ibunya,
sekaligus ketiga saudaranya.
Kenangan itu seperti terpatri dalam ingatannya.
Gelap telah turun sempurna malam itu. Lampu minyak telah pula
dinyalakan.
Tetapi, cahaya terang tiba-tiba menerobos dari lubang-lubang bilik bambu
dan jendela. Bau kayu terbakar mulai merebak di udara.
"Lumbung kita terbakar!" ujar Mak Amah, "Ayo kita lihat!"
Mak Amah bergegas menggendong Erum, Emak kecil, dan menuntun kakak Erum
menerobos gulita.
Kedua saudara Erum lainnya menunggu di rumah. Langkah mereka
tergesa-gesa menyibak dedaunan, menginjak ranting kering.
Tanpa dinyana, tiba-tiba. Dor dor dor dor dor!! Berondongan peluru
menembus tubuh Mak Amah. Dekapan Erum terlepas.
Tubuhnya tercebur ke payau. Mak Amah roboh mencium tanah. Kakak sulung
Erum terkapar bersimbah darah.
Emak tak ingat lagi kejadian selebihnya. Tiba-tiba saja ia sudah berada
di rumah sakit Tasikmalaya ketika terbangun pagi harinya. Ia selamat.
Tetapi kakak dan ibunya telah menghembuskan nafas penghabisan dalam
perjalanan ke rumah sakit. "Nong, Belanda menyangka Mak Amah membawa
bedil," tutur Emak, yang selalu menyebut masa itu sebagai musim perang.
Kejadian itu terus membekas dalam ingatan Emak hingga aku menginjak SD.
Emak masih sering bersembunyi di kolong ranjang setiap mendengar bunyi
sirene (Emak menyebutnya bunyi hiung), atau pesawat terbang yang lewat.
Bukan tak jarang ia terkencing-kencing di lantai. Setelah senyap, dengan
tangan masih gemetar, ia akan meneguk bergelas-gelas air putih.
Sepeninggal Mak Amah, Erum tinggal di tangsi dengan tentara Belanda.
Itulah pengalaman masa kecil yang seperti tak pernah bosan-bosannya ia
ceritakan. Ia tak ketinggalan memperlihatkan "cendera mata" kulit yang
sedikit menjorok bekas operasi di betisnya. "Waktu itu kaki Emak
bisulan," katanya sambil mengelus-elus betis.
Aku bisa membayangkan, pastilah Erum bocah cilik yang lucu. Kulitnya
kuning bersih. Rambutnya ikal. Ingatan tua Emak masih mencatat satu-dua
kata Bahasa Belanda yang pernah ia dengar ketika itu. "Komen hier, komen
hier!" katanya, menirukan cara tentara Belanda memanggilnya. Ia juga
hapal beberapa lagu Belanda. Jika Emak menggoda kami dengan makanan yang
baru matang, ia tersenyum sambil unjuk jempol, "Lekker!"
Hans adalah nama tentara yang paling sering ia sebut. Kalau sudah
menceritakan dia, senyum Emak selalu melebar, memperlihatkan
gigi-giginya yang ompong. Gigi Emak memang rapuh. Selain sewaktu muda
doyan makanan asam dan pedas, ia malas mandi dan menggosok gigi.
Belakangan, Emak mengganti semua giginya dengan gigi palsu. Ia tak lagi
harus menutup mulut dengan tangan, atau merapatkan dua pucuk bibirnya
kalau tersenyum. Begitu pula ketika ia menceritakan Hans. Kisah usang
yang diulang-ulang bagiku, tetapi tidak untuk ketiga keponakanku.
"Waktu Emak kecil, Hans suka memberi coklat dan keju," tuturnya. Matanya
berbinar-binar. "Komen hier, komen hier!" katanya lagi, berulang-ulang.
***
Meskipun perut Emak sudah dibedah, dokter tak jadi mengambil tumor di
dalamnya. Ia tak banyak berkata-kata. "Harus dibiopsi dulu untuk
memastikan kankernya," ujarnya, seraya memberi rujukan agar Emak segera
dibawa ke Bandung.
Namun, perawat yang menyertai dokter bedah itu mengatakan, ada daging
sebesar mangkuk dalam perut Emak. "Sepertinya kanker rahim," ujarnya.
"Biasanya sisa umurnya tak lebih dari setahun," ia menambahkan.
Kakak marah. Ia menganggap ramalan perawat itu sok tahu. Tapi, dari
pesan singkat yang dikirim ke ponselku, aku tahu kakak cemas. Begitu pun
aku, yang separuh yakin dengan khayalan perawat itu. Lebih dari itu, aku
marah pada dokter yang telah melukai perut Emak tanpa mengukur
kemampuannya! Aku gemas. Namun hanya mampu menangis tanpa daya.
Emak terbaring dengan perut berbalut kain gurita sewaktu aku menjenguk.
Wajahnya tampak kuatir ketika Kakak mengabari bahwa besok ia akan dibawa
ke Bandung.
"Ke Bandung, Yuli?" katanya lemah, kerutan di dahinya seperti remasan
lembar buku tulis bergaris.
"Hmm, Aum mau sehat, bukan?" kakak merajuk.
Esok paginya, mobil ambulans membawa Emak bersama Kakak dan Bibi ke
Bandung. Aku sempat menyuapinya beberapa sendok bubur nasi sebelum
kembali ke Jakarta untuk bekerja. Siangnya aku mendapat kabar kalau Emak
tak bisa masuk RS Hasan Sadikin. Katanya, semua ruangan penuh. Jadi,
sambil menunggu jadwal masuk rumah sakit, Emak dan bibi menyewa sebuah
kamar dekat rumah sakit.
Aku sedikit lega. Tapi, pesan lain seperti menombak dadaku malam
harinya. "Jahitan Aum pecah!" katanya. Darah segar menyembur dari
perutnya. Kakak membopong Emak ke unit gawat darurat. Kemejanya
bersimbah darah. Kini Emak tak harus menunggu giliran kamar kosong lebih
lama lagi. Tujuh dokter spesialis langsung menanganinya.
Sekalipun masa perawatan di Bandung lebih lama, Emak tak jadi
dikemoterapi. Kanker itu dibiarkan tumbuh dalam tubuhnya. Dokter angkat
tangan.
"Usianya sudah tak memungkinkan. Itu akan sangat menyakitkan. Kalau
dipaksakan, harapan hidupnya semakin tipis," kata Ibu, "kita tinggal
pasrah."
Meskipun begitu, wajah Emak terlihat berseri-seri ketika dokter
membolehkannya pulang. Ia seperti menemukan kehidupannya yang hilang
sewaktu kembali ke kamarnya di rumah. Kakak bilang, harapan hidupnya
sangat tinggi.
Ketika itu usia Emak sudah tak lagi teka-teki. Tanpa sengaja, Ibu
menemukan surat-surat tua dalam lemarinya.
Surat itu diteken oleh Wedana Tasikmalaya pada 1949. Bunyinya: Erum
Rukmini, 7 tahun, diserahkan kepada Babu Onih,
karena belum ditemukan ahli warisnya sampai saat ini.
Onih dan suaminya adalah pelayan di tangsi. Surat itu diberikan padanya
karena pasukan Hans kembali ke Belanda.
Karena ditinggalkan oleh tuannya, mereka pun pulang ke kampung
halamannya di Garut. Dialah yang kemudian membesarkan Erum.
"Kalau melihat tahunnya, Belanda yang merawat Aum pergi setelah mengakui
kedaulatan RIS, Republik Indonesia Serikat," kata Ibu.
"Berarti, setelah Perjanjian Konferensi Meja Bundar diteken."
Sayang, entah lupa atau memang dilupakan, aku tak pernah mendengar Emak
mengisahkan saat-saat perpisahannya dengan Hans.
Surat keterangan Erum itu jatuh ke tangan Ibu 48 tahun silam. Kala itu
Ibu masih menjadi guru SD.
Selepas melahirkan anak kedua, ia minta dicarikan pengasuh kepada orang
tua murid di sekolah tempat ia mengajar.
Lalu, salah seorang dari mereka membawa Emak pada Ibu. Umur Emak baru 15
tahun saat itu.
Karena lidah kecil kami belum sempurna, kami lantas memanggilnya Aum.
Selama itu, Emak tidak terus menerus mukim bersama kami. Beberapa kali
ia keluar dan bekerja dengan keluarga lain.
Anehnya, kata Ibu, Emak selalu kembali pada saat dibutuhkan. "Sedang
repot-repotnya, eh, tiba-tiba muncul.
Padahal, hari itu cuti Ibu habis setelah melahirkanmu," ujar Ibu.
Aku adalah anak ketujuh. Hanya kakak nomor satu dan enam yang tak sempat
diasuh Emak ketika bayi. Emak juga mengasuh ketiga keponakanku.
Sejak itulah nama panggilannya didahului kata Emak. Namun, satu per satu
dari kami meninggalkan rumah begitu menginjak dewasa.
Kemandirian yang diajarkan Ibu membuatnya gagal membujuk kami untuk
tinggal bersamanya.
Emak serta merta menjadi tangan kanan Ibu setelah Ayah meninggal. Aku
tahu, di antara kami, Ibulah yang paling kehilangan Emak saat ini.
Wajah Emak mengelebat lagi.
Kriiiing. Telepon dari Kakak.
"Bisa pulang?"
"Ya."
"Kapan?"
"Sekarang."

Muslimah Seharum Melati
Penulis : Betty Yanti Sundari


KotaSantri.com : Wanita sering digambarkan sebagai sekuntum bunga. Indah, cantik, beraneka warna, membuat indah dimana ia berada, dan menyenangkan bagi siapapun yang melihatnya. Tak jarang orang menjadikan bunga tidak hanya sebagai hiasan namun juga untuk penggunaan yang lainnya, seperti terapi.


Ada kebanggan tersendiri bagi kaum wanita bila dirinya diidentikkan dengan sekuntum bunga. Terasa romantis dan membuat perasaan melambung tinggi ketika mendengarnya. Seperti tertera dalam puisi-puisi tempo dulu yang sarat dengan perumpamaan.


Dewasa ini mungkin sudah bukan zamannya lagi bagi seorang wanita mudah terbuai ketika dirinya disanjung bagaikan bunga. Kaum wanita semakin kritis pemikirannya, tidak semua bunga memberi arti keindahan. Sejalan dengan pemahaman permukaan bulan itu tidak rata, berbatu-batu, penuh dengan lekukan seperti kawah, maka seorang wanita cantik tidak mau diibaratkan bak bulan purnama. Karena berarti wajahnya penuh bopeng bekas jerawat, tidak mulus.


Ada bunga yang tampak indah bentuk namun mengeluarkan bau busuk yang menusuk hidung seperti bunga bangkai misalnya. Rasanya tidak akan ada wanita yang mau dirinya diibaratkan sekuntum bunga bangkai meskipun mempunyai nama yang indah, Rafflesia Arnoldi. Jadi sekarang mulai pilih-pilih, wanita diibaratkan bunga apa dulu, baru dia merasa senang.


Seandainya boleh menawarkan dan memilihkan untuk kaum wanita, pilihlah bunga melati. Bukan karena terkenal menjadi lambang kesucian, atau sebagai ciri khas bangsa kita, atau karena baunya yang harum mewangi. Namun bunga melati ini membumi, dikenal hampir di seluruh pelosok negeri yang ada di bumi ini, disenangi wanginya tanpa ada yang merasa bosan.


Harumnya yang khas mempesona manusia yang ada di bumi ini. Meskipun sudah berubah wujud namun tetap orang mengenal jati dirinya sebagai bunga melati. Sebotol parfum atau segelas teh rasa melati atau jasmine dengan mudah dikenali, karena ada ciri khasnya. Bahkan dewasa ini minyak esensial melati dijadikan salah satu bahan terapi.


Subhanallaah... Seandainya kaum wanita khususnya kaum Muslimah seperti bunga melati ini. Kehadirannya menyegarkan suasana dengan keharuman yang terpancar dari akhlaknya, bukan sekadar dari tetesan parfum yang menempel di tubuhnya.


Walaupun kecil, bunga melati mampu memberi arti untuk orang banyak. Kaum Muslimah walaupun dengan keterbatasan gerak, namun mampu menembus peradaban dengan tunduk patuhnya pada aturan Allah. Kelemahlembutannya menjadi modal utama untuk mendidik dan membentuk generasi baru yang akan meneruskan peradaban umat manusia, generasi Rabbani.


Keberadaan Muslimah mampu menjadi penyejuk, terapi bagi jiwa-jiwa yang memerlukan, khususnya bagi keluarganya. Kemajuan zaman dengan segala bentuk teknologi canggih tidak menjadi penghalang bagi Muslimah untuk mempertahankan jati dirinya. Menundukkan pandangan dan hijab yang melindungi diri menjadi ciri khasnya. Kemana pun dan dimana pun Muslimah berada, orang akan mudah mengenalinya. Bukan karena ia keturunan orang penting atau terpandang, cantik atau berharta melimpah, namun karena ketawadhuan dan kemuliaan akhlaknya serta kecerdasan akal fikirannya.


Mungkinkah semua itu? Sesungguhnya segala sesuatu yang Allah ciptakan tidak ada yang sia-sia. Sepintas mungilnya bentuk bunga melati tidak begitu berarti, namun setelah diteliti ternyata kehadirannya mampu mengalahkan bunga-bunga lain yang jauh lebih besar dan indah rupanya. Allah sengaja menciptakan demikian agar kita mampu untuk terus menggali ilmu dan hikmah dibalik penciptaanNya.


Sudah saatnya kaum wanita, khususnya Muslimah, untuk bangkit! Tidak menjadikan lebarnya kerudung sebagai penghambat untuk berkarya atau alasan takut terdedah (terbuka, red) hijabnya. Allah menciptakan aturan untuk kebahagiaan hambaNya, bukan untuk mempersulit.


Dewasa ini kaum Muslimah sudah mulai memperlihatkan cirinya dengan berkerudung. Hampir di berbagai pelosok daerah bahkan di luar negeri, ada Muslimah yang tetap istiqamah dengan kerudungnya. Namun semua itu belum cukup, belum semua mampu menebarkan bau harumnya seperti melati. Bahkan terkadang ibarat bunga melati plastik, indah rupa namun tidak ada ruhnya. Hanya sekedar pajangan dan bila sudah berubah warna karena debu atau kotoran, dibuang begitu saja.


Ilmu dan wawasan yang luas mutlak diperlukan agar kita tidak terlindas oleh kemajuan zaman dan bertambah kompleksnya masalah. Kaum Muslimah jangan segan-segan untuk menuntut ilmu seluas-luasnya. Selagi ada kesempatan terus berusaha untuk meng-upgrade diri. Mengadakan perubahan-perubahan ke arah kebaikan, menjadi Muslimah shalehah yang diharapkanNya.


Kerukunan dan kekompakkan antar Muslimah akan membawa suasana baru bagi lingkungan sekitar. Kompak bukan dalam hal bergosip ria namun kompak berbagi ilmu dan wawasan.


Keharuman bunga melati kurang memberi arti kalau hanya sekuntum saja. Akan kalah terlindas oleh bunga lainnya yang jauh lebih besar dan indah. Begitu pun dengan seorang Muslimah, akan lebih banyak membawa arti bila berada dalam satu kesatuan yang kompak. Bukankah melati akan tampak lebih indah bila berada dalam suatu rangkaian? Lebih tampak indah dan anggun, dan yang pasti lebih semerbak harumnya. [Swadaya-44]

Sunday, August 13, 2006

aduh capek banget hari ini...aku pergi dari jam 8 pagi sampe saat ini belum ketemu kasur..ngantuk sebenernya tapi mumpung ada motor aku bisa ke warnet bentar..pengen chating aja..
eh tadi siang sempet sedih gitu.. aku dah hampir 2 bulan ga pulang nah tadi siang ketemu bapak di jogja..bapak kayaknya kangeen banget soalnya pas liat aku kayak mau nangis gitu..bapak aku minta maaf bukannya aku ga mau ketemu sama bapak sampe ga mau pulang tapi aku lum sanggup aja buat ngobrol panjang lebar sama bapak..tapi sebenernya kau kangen juga bantuin bapak nyiram kebun...manja sama bapak tapi mungkin tidak untuk saat ini..bapak jangan pernah menganggap bahwa aku durhaka sama bapak..aku tidak pernah bermaksud seperti itu..suatu saat bapak akan tau klo aku sangat menyayangi bapak.
rencana 17an mo ke magelang sama mamasqu tapi lum clear kapan jadinya..tadi juga dah bilang ma ibu klo mo pgi..soalnya aku bilang aku lagi suntuk pengen refreshing kluar ya udah sama ibu diijinin..sebenernya rencana mo ngebis eh ternyata masqu pengen ngikut ya udah kayaknya motoran ampe sana,pengennya sih ke borobudur ma kluarga sana, cuma ga tau deh..bsok tak sambung lagi ceritanya...
tis...ko kamu boong sih ma aku? ga bisa nyimpen rahasia..? uh cedih deh..temenku ga bisa megang rahasia..trus aku mo curhat ma sapa donk?

Saturday, August 12, 2006

he..he..he..ketipu...itu doa bukan aku yang buat..aku juga cuma seorang plagiator..keren yach, aku lagi bingung neeh...doain moga-moga aplikasiku yang di astra diterima so aku ada alasan buat keluar dari jogja..biar aku ga jadi anak mami

Sunday, August 06, 2006

Dia Jodohku

Ya Tuhan, kalau dia memang jodohku,
dekatkanlah...

Tapi kalau bukan jodohku,
Jodohkanlah....

Jika dia tidak berjodoh denganku,
maka jadikanlah kami jodoh...

Kalau dia bukan jodohku,
jangan sampai dia dapet jodoh yang lain, selain aku...

Kalau dia tidak bisa di jodohkan denganku,
jangan sampai dia dapet jodoh yang lain,
biarinkan dia tidak berjodoh sama seperti diriku...

Dan saat dia telah tidak memiliki jodoh,
jodohkanlah kami kembali...

Kalau dia jodoh orang lain,
putuskanlah! Jodohkanlah dengan ku....

Jika dia tetap menjadi jodoh orang lain,
biar orang itu ketemu jodoh dengan yang lain dan kemudian Jodohkan kembali dia denganku...
Amin... HE...He...He...

Arti Cinta Dan Mencintai
Oleh: Tidak Diketahui
Kiriman: Dyan

Detak jantung terus berlantun
langkah kaki tetap terpadu
dalam lembaran penuh warna kehidupan
angan yg terpendam khan terwujud
cita-cita yg tinggi khan tergapai
dengan usaha serta keriangan dan kesungguhan
itulah arti dari mencintai diri sendiri ^O^

**Jika kita mencintai seseorang, kita akan senantiasa mendo'akannya walaupun dia tidak berada disisi kita. Tuhan memberikan kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang,dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? *Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah Cinta...

**Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kita masih mau mencoba.
Jangan sesekali menyerah jika kita masih merasa sanggup.
Jangan sesekali mengatakan kita tidak mencintainya lagi, jika kita masih tidak dapat melupakannya.

**Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan, walaupun mereka telah dikecewakan.
Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan Kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

**Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang hingga dia meninggal dunia dan akhirnya kita terpaksa mencatatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya.
*Sebaiknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenak kita itu sekarang selagi ada hayatnya.

**Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterimakasih atas karunia tersebut.

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintai kita, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kita tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cinta itu kepadanya.

Seandainya kita ingin mencintai atau memiliki hati seseorang ibaratkanlah seperti menyunting sekuntum mawar merah. Kadangkala kita mencium harum mawar tersebut, tetapi ada kalanya kita merasakan bisa duri mawar itu menusuk jari.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kita bertemu seseorang yang sangat berarti bagi kita, hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kita harus membiarkannya pergi.

Kadangkala kita tidak menghargai orang yang mencintai kita sepenuh hati,sehingga kita kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna penyesalan karena perginya tanpa berkata lagi. Cintailah seseorang itu atas dasar siapa dia sekarang dan bukan siapa dia sebelumnya. Kisah silam tidak perlu diungkit lagi, sekiranya kita benar-benar mencintainya setulus hati.

Hati-hati dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila, orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak, jika cintanya itu disambut oleh para pecinta PALSU!! Kemungkinan apa yang kita sayangi atau cintai tersimpan keburukan didalamnya dan kemungkinan apa yang kita benci tersimpan kebaikan di dalamnya.

Cinta kepada harta artinya bakhil, cinta kepada perempuan artinya alam, cinta kepada diri artinya bijaksana, cinta kepada mati artinya hidup dan cinta kepada Tuhan artinya Takwa.

Lemparkan seorang yang bahagia dalam bercinta kedalam laut, pasti ia akan membawa seekor ikan. Lemparkan pula seorang yang gagal dalam bercinta ke dalam gudang roti, pasti ia akan mati kelaparan.

Seandainya kita dapat berbicara dalam semua bahasa manusia dan alam,tetapi tidak mempunyai perasaan cinta dan kasih, dirimu tak ubah seperti gong yang bergaung atau sekedar canang yang gemericing.

Cinta adalah keabadian... dan kenangan adalah hal terindah yang pernah dimiliki.
Siapapun pandai menghayati cinta, tapi tak seorangpun pandai menilai cinta karena cinta bukanlah suatu objek yang bisa dilihat oleh kasat mata,sebaliknya cinta hanya dapat dirasakan melalui hati dan perasaan.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin.
Itulah dahsyatnya cinta.....

Cinta sebenarnya adalah membiarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya sendiri dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kita inginkan.
Jika tidak, kita hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kita temukan di dalam dirinya.

Kita tidak akan pernah tahu bila kita akan jatuh cinta. Namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya di hatinya.

**Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut kemulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bercinta memang mudah, untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.

Jika saja kehadiran cinta sekedar untuk mengecewakan, lebih baik cinta itu tak pernah hadir. Karena cinta sesuatu yang membawa keindahan dan kebahagiaan di dalamnya .

Cinta itu seperti kupu-kupu. Tambah dikejar,tambah lari... Tapi kalau dibiarkan terbang, dia akan datang disaat kita tidak mengharapkannya.
Cinta dapat membuatmu bahagia tapi sering juga bikin sedih, tapi cinta baru berharga kalau diberikan kepada seseorang yang menghargainya.
Jadi jangan terburu-buru dan pilih yang terbaik.

Cinta bukan bagaimana menjadi pasangan yang"sempurna" bagi seseorang. Tapi bagaimana menemukan seseorang yang dapat membantumu menjadi dirimu sendiri.
Jangan pernah bilang "I love you" kalau kita tidak perduli. Jangan pernah membicarakan perasaan yang tidak pernah ada. Jangan pernah menyentuh hidup seseorang kalau hal itu akan menghancurkan hatinya.
Jangan pernah menatap matanya kalau semua yang kita lakukan hanya berbohong.

Hal paling kejam yang seseorang lakukan kepada orang lain adalah membiarkannya jatuh cinta,sementara kita tidak berniat untuk menangkapnya...
Cinta bukan "Ini salah kamu", tapi "Ma'afkan aku".
Bukan "Kamu dimana sih?", tapi "Aku disini".
Bukan"Gimana sih kamu?", tapi "Aku ngerti kok". Bukan "Coba kamu gak kayak gini", tapi "Aku cinta kamu seperti kamu apa adanya".

Kompatibilitas yang paling benar bukan diukur berdasarkan berapa lama kita sudah bersama maupun berapa sering kita bersama, tapi apakah selama kita bersama, kita selalu saling mengisi satu sama lain dan saling membuat hidup yang berkualitas.

Kesedihan dan kerinduan hanya terasa selama yang kita inginkan dan menyayat sedalam yang kita ijinkan.Yang berat bukan bagaimana caranya menanggulangi kesedihan dan kerinduan itu, tapi bagaimana belajar darinya.

Caranya jatuh cinta ......
jatuh tapi jangan terhuyung-huyung, konsisten tapi jangan memaksa. berbagi dan jangan bersikap tidak adil, mengerti dan cobalah untuk tidak banyak menuntut, sedih tapi jangan pernah simpan kesedihan itu.

Memang sakit melihat orang yang kita cintai sedang berbahagia dengan orang lain, tapi lebih sakit lagi kalau orang yang kita cintai itu tidak berbahagia bersama kita.
Cinta akan menyakitkan ketika kita berpisah dengan seseorang, lebih menyakitkan apabila kita dilupakan oleh kekasih, tapi cinta akan lebih menyakitkan lagi apabila seseorang yang kita sayangi tidak tahu apa yang sesungguhnya kita rasakan.
Yang paling menyedihkan dalam hidup adalah menemukan seseorang dan jatuh cinta, hanya untuk menemukan bahwa dia bukan untuk kita dan kita sudah menghabiskan banyak waktu untuk orang yang tidak pernah menghargainya.
Kalau dia tidak "worth it" sekarang, dia tidak akan pernah "worth it" setahun lagi ataupun 10 tahun lagi , biarkan dia pergi....
When you think , love is blind the love still life in your mind
When you have the passion of love
you will find the time for it!

Love isn't always an easy road to traverse .
if you've found yourself confused about your path ,take a minute .
and let love help you find your way .....

Love is sweet
Love needs sweat
But sweat is not sweet
but sweet is reached with sweat

Cinta adalah semangat, cinta adalah kepercayaan, cinta adalah energi yang tak bisa dimusnahkan ia hanya bisa berubah bentuk.
Cinta memang tak harus memiliki, karena mencintai berarti memberi tanpa pernah meminta .

Arti Mencintai Seseorang
Oleh: Tidak Diketahui
Kiriman: Azallea Lesmana
Sangatlah menyakitkan mencintai seseorang, tetapi tidak dicintai olehnya. Tetapi lebih sakit, bila mencintai dan tidak pernah menemukan keberanian untuk memberitahu dia apa yang kamu rasakan.

Hanya perlu satu menit untuk menghancurkan seseorang, satu jam untuk menyukai seseorang, satu hari untuk mencintai seseorang tetapi membutuhkan seumur hidup untuk melupakan seseorang.

Mungkin Tuhan menginginkan kita untuk bertemu dengan orang yang tidak tepat sebelum bertemu dengan yang tepat. Jadi ketika! kita akhirnya bertemu dengan orang yang tepat, kita akan tahu betapa berharganya anugerah tersebut.

Cinta adalah ketika kamu membawa perasaan, kesabaran dan romantis dalam suatu hubungan dan menemukan bahwa kamu peduli dengan dia.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu harus membiarkannya pergi. Ketika pintu kebahagiaan tertutup, yang lain terbuka. Tetapi kadang-kadang kita menatap terlalu lama pada pintu yang telah tertutup itu sehingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka untuk kita.

Teman yang terbaik adalah teman dimana kamu dapat duduk bersamanya dan merasa terbuai, dan tidak pernah mengatakan apa-apa dan kemudian berjalan bersama. Perasaan seperti itu adalah percakapan termanis yang pernah kamu rasakan. Benarlah bahwa kita tidak tahu apa yang kita dapatkan sampai kita kehilangan itu. Tetapi benar juga bahwa kita tidak tahu apa yang hilang sampai itu ada.

Memberikan seseorang semua cintamu tidak pernah menjamin bahwa mereka akan mencintai kamu juga !!!

Jangan mengharapkan cinta sebagai balasan, tunggulah sampai itu tumbuh didalam hatinya. Tetapi jika tidak, pastikan dia tumbuh didalam hatimu. Ada hal yang sangat ingin kamu dengar tetapi tidak akan pernah kamu dengar dari orang yang kamu ingin dengar. Tetapi jangan sampai kamu menjadi tuli walaupun kamu tidak mendengar itu dari seseorang yang mengatakan itu dari hatinya.

Jangan pernah berkata selamat tinggal jika kamu masih ingin mencoba. Jangan menyerah selama kamu merasa masih dapat maju.

Jangan pernah berkata kamu tidak mencintai orang itu lagi bila kamu tidak bisa membiarkannyapergi. Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walapun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangun kembali kepercayaan.

Jangan melihat dari wajah, itu bisa menipu. Jangan melihat kekayaan, itu bisa menghilang.

Datanglah kepada seseorang yang dapat membuatmu tersenyum karena sebuah senyuman dapat membuat hari yang gelap menjadi cerah.

Berharaplah kamu dapat menemukan seseorang yang dapat membuatmu tersenyum. Ada saat di dalam kehidupanmu dimana kamu sangat merindukan seseorang, Kamu ingin mengambil mereka dari mimpimu danbenar-benar memeluk dia.Berharaplah bahwa kamu dapat bermimpi tentang dia, yang berarti mimpilah apa yang ingin kamu mimpikan, pergilah kemana kamu ingin pergi, jadilah sesuai dengan keinginan kamu, karena kamu hanya hidup sekali dan satu kesempatan untuk melakukan apa yang kamu inginkan.

Semoga kamu mendapat cukup kebahagiaan untuk membuat kamu bahagia, cukup cobaan untuk membuat kamu kuat, cukup penderitaan untuk membuat kamu menjadi manusia yang sesungguhnya, dan cukup harapan untuk membuat kamu bahagia.

Selalu letakkan dirimu pada posisi orang lain.Jika kamu merasa bahwa itu menyakitkan kamu, mungkin itu menyakitkan orang itu juga.

Kata-kata yang ceroboh dapat mengakibatkan perselisihan, kata-kata yang kasar bisa membuat celaka, kata-kata yang tepat waktu dapat mengurangi ketegangan, kata-kata cinta dapat menyembuhkan dan menyenangkan. Permulaan cinta adalah dengan membiarkan orang yang kita cintai menjadi dirinya ! sendiri dan tidak membentuk mereka menjadi sesuai keinginan kita. Dengan kata lain kita mencintai bayangan kita yang ada pada diri mereka.

Orang yang bahagia tidak perlu memiliki yang terbaik dari segala hal.Mereka hanya membuat segala hal yang datang dalam hidup mereka. Kebahagiaan adalah bohong bagi mereka yang menangis, mereka yang terluka, mereka yang mencari, mereka yang mencoba. Mereka hanya bisa menghargai orang-orang penting yang telah menyentuh hidup mereka.

Cinta mulai dengan senyuman, tumbuh dengan kemesraan dan berakhir dengan air mata.Masa depan yang cerah berdasarkan pada masa lalu yang telah dilupakan Kamu tidak dapat melangkah dengan baik dalam kehidupan kamu sampai kau melupakan kegagalan kamu dan rasa sakit hati.

Ketika kamu lahir, kamu menangis dan semua orang di sekeliling kamu tersenyum.Hiduplah dengan hidupmu, jadi ketika kamu meninggal, kamu satu-satunya yang tersenyum dan semua orang di sekeliling kamu menangis.

Teman adalah Hadiah
Oleh: Tidak Diketahui
Teman adalah hadiah dari yang di atas buat kita.

Seperti hadiah, ada yang bungkusnya bagus dan ada yang bungkusnya jelek. Yang bungkusnya bagus punya wajah rupawan, atau kepribadian yang menarik. Yang bungkusnya jelek punya wajah biasa saja, atau kepribadian yang biasa saja, atau malah menjengkelkan.

Seperti hadiah, ada yang isinya bagus dan ada yang isinya jelek. Yang isinya bagus punya jiwa yang begitu indah sehingga kita terpukau ketika berbagi rasa dengannya, ketika kita tahan menghabiskan waktu berjam-jam, saling bercerita dan menghibur, menangis bersama, dan tertawa bersama. Kita mencintai dia dan dia mencintai kita.

Yang isinya buruk punya jiwa yang terluka. Begitu dalam luka-lukanya sehingga jiwanya tidak mampu lagi mencintai, justru karena ia tidak merasakan cinta dalam hidupnya. Sayangnya yang kita tangkap darinya seringkali justru sikap penolakan, dendam, kebencian, iri hati, kesombongan, amarah, dll.

Kita tidak suka dengan jiwa-jiwa semacam ini dan mencoba menghindar dari mereka. Kita tidak tahu bahwa itu semua BUKAN-lah karena mereka pada dasarnya buruk, tetapi ketidakmampuan jiwanya memberikan cinta karena justru ia membutuhkan cinta kita, membutuhkan empati kita, kesabaran dan keberanian kita untuk mendengarkan luka-luka terdalam yang memasung jiwanya.

Bagaimana bisa kita mengharapkan seseorang yang terluka lututnya berlari bersama kita? Bagaimana bisa kita mengajak seseorang yang takut air berenang bersama? Luka di lututnya dan ketakutan terhadap airlah yang mesti disembuhkan, bukan mencaci mereka karena mereka tidak mau berlari atau berenang bersama kita. Mereka tidak akan bilang bahwa "lutut" mereka luka atau mereka "takut air", mereka akan bilang bahwa mereka tidak suka berlari atau mereka akan bilang berenang itu membosankan dll. Itulah cara mereka mempertahankan diri.

Mereka akan bilang:
"Menari itu tidak menarik"
"Tidak ada yang cocok denganku"
"Teman-temanku sudah lulus semua"
"Aku ini buruk siapa yang bakal tahan denganku"
"Kisah hidupku membosankan"

Mereka tidak akan bilang:
"Aku tidak bisa menari"
"Aku membutuhkan kamu denganku"
"Aku kesepian"
"Aku butuh diterima"
"Aku ingin didengarkan"

Mereka semua hadiah buat kita, entah bungkusnya bagus atau jelek, entah isinya bagus atau jelek. Dan jangan tertipu oleh kemasan. Hanya ketika kita bertemu jiwa dengan jiwa, kita tahu hadiah sesungguhnya yang sudah disiapkanNya buat kita.

Masihkah kau sahabatku???
Oleh: Budi Mulyana / hijjau / pendakierror
keceriaan melenakan apa yg dijalani bersama
canda tawa membius keinginan yg tak pernah surut
membutakan kesedihan hati yg menjerit
hingga lupa arti sebuah persahabatan

kebersamaan tak mesti selalu beriringan
keceriaan tak harus selalu dinikmati bersama
waktu pun tak selamanya mempersatukan kita
semua berjalan menuju takdirnya

haruskah kecewa dgn apa yg telah terjadi
haruskah marah dgn keadaan yg berubah
haruskan menumpahkan amarah yg egois
haruskah...haruskah...haruskah seperti itu

kawan...

persahabatan tak bisa dibeli dgn rasa egois
persahabatan tak bisa dinilai oleh waktu yg sempit
persahabatan tak akan ternoda oleh kemarahan sesaat
persahabatan tak akan terusik oleh perasaan yg semu

Indahnya Persahabatan


Thanks GOD'...I found u as my friend.... Indahnya Persahabatan Apa yang kita alami demi teman kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah.

Persahabatan sering menyuguhkan beberapa cobaan, tetapi persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya ...

Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya.

Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur - disakiti, diperhatikan - dikecewakan, didengar - diabaikan, dibantu - ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.

Seorang sahabat tidak akan menyembunyikan kesalahan untuk menghindari perselisihan, justru karena kasihnya ia memberanikan diri menegur apa adanya

Sahabat tidak pernah membungkus pukulan dengan ciuman, tetapi menyatakan apa yang amat menyakitkan dengan tujuan sahabatnya mau berubah.

Proses dari teman menjadi sahabat membutuhkan usaha pemeliharaan dari kesetiaan, tetapi bukan pada saat kita membutuhkan bantuan barulah kita memiliki motivasi mencari perhatian, pertolongan dan pernyataaan kasih dari orang lain, tetapi justru ia berinisiatif memberikan dan mewujudkan apa yang dibutuhkan oleh sahabatnya.

Kerinduannya adalah menjadi bagian dari kehidupan sahabatnya, karena tidak ada persahabatan yang diawali dengan sikap egoistis.

Semua orang pasti membutuhkan sahabat sejati, namun tidak semua orang berhasil mendapatkannya.

Banyak pula orang yang telah menikmati indahnya persahabatan, namun ada juga yang begitu hancur karena dikhianati sahabatnya.

** Mempunyai satu sahabat sejati lebih berharga dari seribu teman yang mementingkan diri sendiri **

"Dalam masa kejayaan, teman-teman mengenal kita. Dalam kesengsaraan, kita mengenal teman-teman kita"

Ingatlah kapan terakhir kali anda berada dalam kesulitan. Siapa yang berada di samping anda ??

Siapa yang mengasihi anda saat anda merasa tidak dicintai ??

Siapa yang ingin bersama anda saat anda tak bisa memberikan apa-apa ??

MEREKALAH SAHABAT ANDA

Hargai dan peliharalah selalu persahabatan anda dengan mereka.

Piring Kayu & Gelas Bambu

SEORANG lelaki tua yang baru ditinggal mati isterinya tinggal bersama anaknya, Arwan dan menantu perempuannya, Rina, serta cucunya, Viva yang baru berusia enam
tahun. Keadaan lelaki tua itu sudah uzur, jari-jemarinya senantiasa gemetar
dan pandangannya semakin hari semakin buram.

Malam pertama pindah ke rumah anaknya, mereka makan malam bersama. Lelaki tua itu merasa kurang nyaman menikmati hidangan di meja makan. Dia merasa amat canggung menggunakan sendok dan garpu. Selama ini dia gemar bersila, tapi di rumah anaknya dia tiada pilihan. Cukup sukar dirasakannya, sehingga seringkali makanan tersebut tumpah. Sebenarnya dia merasa malu seperti itu di depan anak menantu, tetapi dia gagal menahannya. Oleh karena kerap sekali dilirik menantu, selera makannyapun hilang. Dan tatkala dia memegang gelas minuman, pegangannya terlepas. Praaaaaannnnngggggg!! Bertaburanlah serpihan gelas di lantai.

Pak tua menjadi serba salah. Dia bangun, mencoba memungut serpihan gelas itu, tapi Arwan melarangnya. Rina cemberut, mukanya masam. Viva merasa kasihan melihat kakeknya, tapi dia hanya dapat melihat untuk kemudian meneruskan makannya.

"Esok ayah tak boleh makan bersama kita," Viva mendengar ibunya berkata pada kakeknya, ketika kakeknya beranjak masuk ke dalam kamar. Arwan hanya
membisu. Sempat anak kecil itu memandang tajam ke dalam mata ayahnya.

Demi memenuhi tuntutan Rina, Arwan membelikan sebuah meja kecil yang rendah, lalu diletakkan di sudut ruang makan. Di situlah ayahnya menikmati hidangan sendirian, sedangkan anak menantunya makan di meja makan. Viva juga dilarang apabila dia merengek ingin makan bersama kakeknya.

Air mata lelaki tua meleleh mengenang nasibnya diperlakukan demikian. Ketika
itu dia teringat kampung halaman yang ditinggalkan. Dia terkenang arwah
isterinya. Lalu perlahan-lahan dia berbisik: "Miah... buruk benar layanan anak kita pada abang."

Sejak itu, lelaki tua merasa tidak betah tinggal di situ. Setiap hari dia dihardik karena menumpahkan sisa makanan. Dia diperlakukan seperti budak. Pernah dia terpikir untuk lari dari situ, tetapi begitu dia teringat cucunya, dia pun
menahan diri. Dia tidak mau melukai hati cucunya. Biarlah dia menahan diri dicaci dan dihina anak menantu.

Suatu malam, Viva terperanjat melihat kakeknya makan menggunakan piring
kayu, begitu juga gelas minuman yang dibuat dari bambu. Dia mencoba mengingat-ingat, di manakah dia pernah melihat piring seperti itu. "Oh! Ya..." bisiknya. Viva teringat, semasa berkunjung ke rumah sahabat papanya dia melihat tuan rumah itu memberi makan kucing-kucing mereka menggunakan piring yang sama!

"Tak akan ada lagi yang pecah, kalau tidak begitu, nanti habis piring dan mangkuk ibu," kata Rina apabila anaknya bertanya.

Waktu terus berlalu. Walaupun makanan berserakan setiap kali waktu makan,
tiada lagi piring atau gelas yang pecah. Apabila Viva memandang kakeknya yang sedang menyuap makanan, kedua-duanya hanya berbalas senyum.

Seminggu kemudian, sewaktu pulang bekerja, Arwan dan Rina terperanjat
melihat anak mereka sedang bermain dengan kepingan-kepingan kayu. Viva seperti sedang membuat sesuatu. Ada palu, gergaji dan pisau di sisinya. "Sedang membuat apa sayang?

Berbahaya main benda-benda seperti ini," kata Arwan menegur manja anaknya.
Dia sedikit heran bagaimana anaknya dapat mengeluarkan peralatan itu, padahal ia menyimpannya di dalam gudang.

"Mau bikin piring, mangkuk dan gelas untuk Ayah dan Ibu. Bila Viva besar nanti,
supaya tak susah mencarinya, tak usah ke pasar beli piring seperti untuk Kakek," kata Viva.

Begitu mendengar jawaban anaknya, Arwan terkejut. Perasaan Rina terusik.
Kelopak mata kedua-duanya basah. Jawaban Viva menusuk seluruh jantung, terasa seperti diiiris pisau. Mereka tersentak, selama ini mereka telah berbuat salah !

Malam itu Arwan menuntun tangan ayahnya ke meja makan. Rina menyendokkan nasi dan menuangkan minuman ke dalam gelas. Nasi yang tumpah tidak dihiraukan lagi. Viva beberapa kali memandang ibunya, kemudian ayah dan terakhir wajah kakeknya. Dia tidak bertanya, cuma tersenyum saja, bahagia dapat duduk bersebelahan lagi dengan kakeknya di meja makan. Lelaki tua itu juga tidak tahu kenapa anak menantunya tiba-tiba berubah.

"Esok Viva mau buang piring kayu dan gelas bambu itu" kata Viva pada ayahnya
setelah selesai makan. Arwan hanya mengangguk, tetapi dadanya masih terasa
sesak.

MORAL OF THE STORY - Hargailah kasih sayang kedua orang tua kita. Bapak Ibu kita hanya satu, setelah meninggal tidak akan ada pengganti. Jadi, berbaktilah kepada
mereka selagi hidup !
Hidup kita saat ini, adalah gambaran masa tua nanti...